Pernah merasa ingin jalan-jalan tapi dompet menjerit? Aku juga. Beberapa kali perjalanan terbaikku justru yang paling hemat. Bukan karena aku pelit, tetapi karena aku belajar memilih yang penting: pengalaman yang nyata, makanan enak, dan tempat menginap yang nyaman tanpa harus menguras tabungan. Di sini aku ingin berbagi catatan perjalanan hemat—dari tips praktis, itinerary populer, sampai review akomodasi yang pernah ku coba di berbagai penjuru dunia.
Mengapa menabung untuk pengalaman, bukan untuk barang?
Aku percaya, perjalanan yang berkesan sering lahir dari keterbatasan. Ketika kamu harus pintar memilih, kamu jadi lebih memperhatikan detail: teman ngobrol di warung lokal, pemandangan matahari terbenam yang sederhana, atau jalan-jalan tanpa rencana yang berujung pada penemuan menakjubkan. Hemat bukan berarti pelit. Hemat berarti memilih prioritas. Aku lebih rela mengurangi belanja dan memilih homestay sederhana agar bisa menyantap makan malam khas daerah setiap hari.
Apa saja itinerary hemat yang sering kuulangi?
Aku punya beberapa rute favorit yang selalu berhasil memberi pengalaman maksimal tanpa biaya berlebih. Pertama, jelajah kota besar dengan walking tour gratis. Banyak kota besar di Eropa dan Asia punya walking tour komunitas yang berdonasi saja—kamu dapat sejarah, cerita lokal, dan teman baru tanpa keluar banyak uang. Kedua, road trip murah: sewa motor atau mobil hemat bahan bakar, bermalam di camp site atau guesthouse. Ketiga, kombinasi alam + budaya—misalnya beberapa hari trekking ringan lalu menghabiskan sisa waktu di desa tradisional. Itu memberi variasi dan mengurangi biaya transportasi antar kota.
Contoh praktis: di Bali aku menggabungkan ubud (budaya) dan Amed (pantai snorkel) dengan bus lokal dan sewa motor. Biaya makan rata-rata murah karena aku memilih warung lokal; akomodasi memilih homestay keluarga yang hangat. Di Eropa, aku pernah menjajal rute Berlin–Prague–Budapest dengan bus malam murah. Tidur di bus menghemat satu malam penginapan. Cukup melelahkan, tapi worth it.
Review akomodasi: apa yang perlu dicari?
Ada tiga tipe akomodasi yang sering aku pilih: hostel, guesthouse/homestay, dan Airbnb (atau apartemen murah). Hostel bagus kalau kamu butuh teman cepat—ruangan bersama sering penuh cerita. Kebersihan dan keamanan adalah hal pertama yang aku cek dari review. Guesthouse biasanya memberi nuansa lokal. Pemiliknya kerap siap membantu rekomendasi makan murah dan transportasi. Airbnb bagus untuk keluarga atau yang ingin privacy lebih; kadang dapat diskon mingguan yang membuatnya ekonomis.
Di Kyoto, aku menemukan guesthouse kecil yang dikelola nenek-nenek—kamarnya sederhana, mandi bersama, tapi sarapan homemade-nya tak terlupakan. Di Lisbon, hostel kapsul modern memberi kenyamanan tidur dengan harga terjangkau. Di Thailand, aku pernah menginap di bungalow pantai yang langsung ke laut—murah, bersih, dan pemiliknya seperti keluarga. Intinya: baca review terbaru, perhatikan lokasi (dekat transportasi umum atau pusat aktivitas), dan cek kebijakan pembatalan.
Cara-cara yang aku pakai untuk menghemat (dan aman)
Sebelum berangkat, aku selalu membuat daftar must-do dan nice-to-have. Fokus ke must-do, tetap sisa untuk kejutan-kejutan kecil. Pesan jauh hari untuk tiket pesawat jika bisa. Untuk akomodasi, aku sering mem-book hybrid: beberapa malam di tempat nyaman, beberapa malam di hostel atau homestay. Itu membuat perjalanan seimbang antara kenyamanan dan budget.
Sekarang soal uang: bawa sedikit uang tunai local, tapi andalkan kartu debit/kredit yang bebas biaya transaksi internasional. Gunakan aplikasi budget untuk men-track pengeluaran harian. Dan tips praktis: bawa botol minum isi ulang, belanja di pasar lokal, makan di warung. Ini menurunkan pengeluaran harian signifikan tanpa mengorbankan rasa lokal.
Kalau nyari inspirasi rute dan akomodasi, aku sering mengintip blog perjalanan atau platform review. Sumber-sumber itu membantu memetakan mana yang worth it dan mana yang cuma pemasaran. Salah satu referensi yang kerap memberiku ide rute dan tips praktis adalah fedmatravel, tulisannya sering update dan realistis.
Terakhir, jangan takut improvisasi. Perjalanan hemat kadang memberi kejutan terbaik: bertemu komunitas lokal, menemukan warung ramen tersembunyi, atau menyaksikan festival desa tanpa rencana. Bawa sikap terbuka, rencana yang fleksibel, dan rasa ingin tahu. Hemat bukan soal berhemat sampai stres, tetapi bagaimana membuat setiap rupiah kerja ekstra keras untuk kenangan yang tak ternilai.
Kalau kamu mau, aku bisa bagikan contoh itinerary 5-7 hari untuk destinasi tertentu—tinggal sebutkan mau ke mana. Siapa tahu kita berbagi rute hemat favorit yang lain.